Selasa, 26 November 2013

filsafat kritisisme



BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
            Para filusuf modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada perbedaan pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio (akal). Sedangkan aliran empirisme meyakini bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman, baik yang batin maupun indrawi. Lalu muncul aliran kritisisme yang mencoba memadukan kedua pendapat yag berbeda itu.
            Immanuel Kant adalah filusuf yang berusaha menggabungkan ajaran rasionalisme dan empirisme yang disebut dengan kritisisme. Ia berpendapat bahwa rasionalisme maupun empirisme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang pasti, berlaku umum dan terbukti dengan jelas.

B.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kritisisme?
2. Bagaimana sejarah timbulnya kritisisme?











BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Pelopor kritisisme adalah Immanuel Kant, Kant mengkritisi rasionalisme dan empirisme yang hanya mementingkan satu sisi dari dua unsur (akal dan pengalaman) dalam mencapai kebenaran. Menonjolkan satu unsur dengan mengabaikan yang lain hanya akan menghasilkan sesuatu yang berat sebelah.
Karena itu Kant menawarkan sebuah konsep filsafat kritisisme yang merupakan sintesis dari rasionalisme dan empirisme. Filsafat Kant bermaksud membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterkaitannya kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksudkan sebagai penyadaran atas kemampua-kemampuan rasio-rasio secara objektif dan menentukan batas-atas kemampuannya untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.
Dengan kritisisme, Immanuel Kant mencba mengembangkan suatu sintesis atau pendekatan yang bertentangan, Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita,  namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia.
Menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahiriah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita, yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum-hukum kausalitas yang tak terpatahkan.[1]
Kant bemaksud mengadaka penelitian yang kritis terhadap rasio murni, ia mewujudkan pemikiran tersebut ke dalam beberapa buku yang sangat penting yaitu tentang kritik. Buku-bukunya antara lain:
1.      Kritik der reinen Vernunft (kritik atas rasio murni)
Dalam kritik ini, Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah bersifat umum, mutlak dan memberi pengertian baru. Maka baik akal ataupun pengalaman indrawi dibutuhkan serentak.
2.      Kritik der Praktischen Vernunft (kritik atas rasio praktis)
Dalam kritik atas rasio praktis, Kant berusaha menemukan bagaimana pengetahuan moral itu terjadi dan kritik ini melahirkan sebuah etika.
3.      Kritik der Urteilskraft (kritik atas Daya Pertimbangan)
Kritik atas daya pertimbangan dimaksudkan oleh Kant untuk mengerti persesuaian antara kritik atas rasio murni dan kritik atas rasio praktis. Hal itu terjadi dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan).[2]
B. Sejarah Timbulnya Kritisisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18. Suatu zaman baru dimana seorang yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan (aufklarung), zaman ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi seorang filosof Jerman Immanuel Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap peran pengetahuan akal.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain filsafat jalannya tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam.[3]
Pada umumnya Kant mengikuti rasionalisme, namun ia tersadarkan akan empirisme dari bukunya David Hume (filusuf Inggris). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme membawa keragu-raguan terhadap akal manusia akan mencapai kebenaran. Maka Kant ingin menyelidiki ( mengadakan kritik) pengetahuan akal serta akan diterangkan. Itulah sebabnya aliran ini disebut kritisisme.[4]
Akhirnya Kant mengakui peranan akal dan keharusan empiri, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (empirisme).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspekirrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataannya.[5]
Kant tidak bermaksud mencari mana yang lebih benar dari yang lainnya. Rasionalisme lebih benar dari empirisme kah, ataukah sebaliknya, empirisme lebih benar dari rasionalisme. Pemikiran monumental Kant ini hendak memadukan kedua pendapat yang awalnya bertolak belakang, menjadi sebuah paduan yang saling melengkapi. Pengetahuan adalah hasil dari perpaduan rasio yang hidup dengan dihadapkan kepada materi empirik. 
Atau dengan kata lain, kritisisme Kant sekaligus mengakhiri pendapat sebelumnya yang menganggap akal pikiran hanyalah berfungsi sebagai “container” (alat tempat menyimpan sesuatu dan bersifat pasif). Dalam kritisisme, pengetahuan itu terkait dengan terjalinnya hubungan yang kokoh antara ide-ide (sebagai isi pokok daripada akal pikiran), dan dunia luar pada umumnya. Adalah akal pikiran yang dikatakan mempunyai ide-ide tertentu dalam dirinya sendiri yang dapat memaksa kita untuk menyatukan sifat-sifat dari dunia luar dalam satu kerangka keilmuan tertentu.[6]



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Pelopor kritisisme adalah Immanuel Kant, Kant mengkritisi rasionalisme da empirisme yang hanya mementingkan satu sisi dari dua unsur (akal dan pengalaman) dalam mencapai kebenaran.
            Aliran ini muncul pada abad ke-18. Suatu zaman baru dimana seorang yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan (aufklarung), zaman ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi seorang filosof Jerman Immanuel Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap peran pengetahuan akal.









DAFTAR PUSTAKA

Asmoro Ahmadi.2012. Filsafat Umum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Toto Suharto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: AR-RUZZ.
http://fiqihzaim.blogspot.com/2011/03/filsafat-kritisisme.html



[1] http://ozziexdanuarta.blogspot.com/200/10/kritisisme-filsafat-ilmu.html
[2] http://ahsinelroland.blogspot.com/2012/05/kritisisme-immanuel-kant.html
[3] Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2012, hlm.118
[4] http://fiqihzaim.blogspot.com/2011/03/filsafat-kritisisme.html
[5] Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2012, hlm.119
[6] http://ahsinelroland.blogspot.com/2012/05/kritisisme-immanuel-kant.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar