BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Para filusuf
modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran
agama, tidak juga dari para penguasa tetapi dari diri manusia sendiri. Namun
tentang aspek mana yang berperan ada perbedaan pendapat. Aliran rasionalisme
beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio (akal). Sedangkan aliran
empirisme meyakini bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman, baik yang batin
maupun indrawi. Lalu muncul aliran kritisisme yang mencoba memadukan kedua
pendapat yag berbeda itu.
Immanuel Kant
adalah filusuf yang berusaha menggabungkan ajaran rasionalisme dan empirisme
yang disebut dengan kritisisme. Ia berpendapat bahwa rasionalisme maupun
empirisme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang
pasti, berlaku umum dan terbukti dengan jelas.
B.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kritisisme?
2. Bagaimana sejarah timbulnya kritisisme?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalannya dengan terlebih
dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Pelopor kritisisme
adalah Immanuel Kant, Kant mengkritisi rasionalisme dan empirisme yang hanya
mementingkan satu sisi dari dua unsur (akal dan pengalaman) dalam mencapai
kebenaran. Menonjolkan satu unsur dengan mengabaikan yang lain hanya akan
menghasilkan sesuatu yang berat sebelah.
Karena itu Kant menawarkan sebuah konsep filsafat kritisisme yang
merupakan sintesis dari rasionalisme dan empirisme. Filsafat Kant bermaksud
membeda-bedakan antara pengenalan yang murni dan yang tidak murni, yang tiada
kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan dari keterkaitannya kepada
segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi filsafatnya dimaksudkan sebagai
penyadaran atas kemampua-kemampuan rasio-rasio secara objektif dan menentukan
batas-atas kemampuannya untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan.
Dengan kritisisme, Immanuel Kant mencba mengembangkan suatu
sintesis atau pendekatan yang bertentangan, Kant berpendapat bahwa
masing-masing pendekatan benar separuh dan salah separuh. Benarlah bahwa
pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang
menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi
tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia.
Menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada
pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahiriah
ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan
indera kita, yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai
proses-proses yang tunduk kepada hukum-hukum kausalitas yang tak terpatahkan.[1]
Kant bemaksud mengadaka penelitian yang kritis terhadap rasio
murni, ia mewujudkan pemikiran tersebut ke dalam beberapa buku yang sangat
penting yaitu tentang kritik. Buku-bukunya antara lain:
1.
Kritik der reinen Vernunft (kritik atas rasio murni)
Dalam kritik ini, Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan adalah
bersifat umum, mutlak dan memberi pengertian baru. Maka baik akal ataupun
pengalaman indrawi dibutuhkan serentak.
2.
Kritik der Praktischen Vernunft (kritik atas rasio praktis)
Dalam kritik atas rasio praktis, Kant berusaha menemukan bagaimana
pengetahuan moral itu terjadi dan kritik ini melahirkan sebuah etika.
3.
Kritik der Urteilskraft (kritik atas Daya Pertimbangan)
Kritik
atas daya pertimbangan dimaksudkan oleh Kant untuk mengerti persesuaian antara
kritik atas rasio murni dan kritik atas rasio praktis. Hal itu terjadi dengan
menggunakan konsep finalitas (tujuan).[2]
B. Sejarah Timbulnya Kritisisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18. Suatu
zaman baru dimana seorang yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara
rasionalisme dengan empirisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan (aufklarung),
zaman ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam
pemikiran filsafatnya). Akan tetapi seorang filosof Jerman Immanuel Kant
mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap peran pengetahuan akal.
Sebagai latar belakangnya, manusia
melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan
sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain filsafat
jalannya tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat
berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam.[3]
Pada umumnya Kant mengikuti
rasionalisme, namun ia tersadarkan akan empirisme dari bukunya David Hume
(filusuf Inggris). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya
karena ia mengetahui bahwa empirisme membawa keragu-raguan terhadap akal
manusia akan mencapai kebenaran. Maka Kant ingin menyelidiki ( mengadakan
kritik) pengetahuan akal serta akan diterangkan. Itulah sebabnya aliran ini
disebut kritisisme.[4]
Akhirnya Kant mengakui peranan akal
dan keharusan empiri, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua
pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul
dari benda (empirisme).
Jadi, metode berpikirnya disebut
metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal,
tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal.
Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspekirrasionalitas dari
kehidupan dapat diterima kenyataannya.[5]
Kant tidak bermaksud mencari mana yang lebih
benar dari yang lainnya. Rasionalisme lebih benar dari empirisme kah, ataukah
sebaliknya, empirisme lebih benar dari rasionalisme. Pemikiran monumental Kant
ini hendak memadukan kedua pendapat yang awalnya bertolak belakang, menjadi
sebuah paduan yang saling melengkapi. Pengetahuan adalah hasil dari perpaduan
rasio yang hidup dengan dihadapkan kepada materi empirik.
Atau
dengan kata lain, kritisisme Kant sekaligus mengakhiri pendapat sebelumnya yang
menganggap akal pikiran hanyalah berfungsi sebagai “container” (alat tempat
menyimpan sesuatu dan bersifat pasif). Dalam kritisisme, pengetahuan itu
terkait dengan terjalinnya hubungan yang kokoh antara ide-ide (sebagai isi
pokok daripada akal pikiran), dan dunia luar pada umumnya. Adalah akal pikiran
yang dikatakan mempunyai ide-ide tertentu dalam dirinya sendiri yang dapat
memaksa kita untuk menyatukan sifat-sifat dari dunia luar dalam satu kerangka
keilmuan tertentu.[6]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kritisisme
adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki
kemampuan rasio dan batas-batasnya. Pelopor kritisisme adalah Immanuel Kant,
Kant mengkritisi rasionalisme da empirisme yang hanya mementingkan satu sisi
dari dua unsur (akal dan pengalaman) dalam mencapai kebenaran.
Aliran
ini muncul pada abad ke-18. Suatu zaman baru dimana seorang yang cerdas mencoba
menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Zaman baru ini
disebut zaman pencerahan (aufklarung), zaman ini muncul dimana manusia lahir
dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi seorang
filosof Jerman Immanuel Kant mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap peran
pengetahuan akal.
DAFTAR PUSTAKA
Asmoro
Ahmadi.2012. Filsafat Umum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Toto Suharto.
2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: AR-RUZZ.
http://fiqihzaim.blogspot.com/2011/03/filsafat-kritisisme.html
[1]
http://ozziexdanuarta.blogspot.com/200/10/kritisisme-filsafat-ilmu.html
[2]
http://ahsinelroland.blogspot.com/2012/05/kritisisme-immanuel-kant.html
[3] Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta,
2012, hlm.118
[4] http://fiqihzaim.blogspot.com/2011/03/filsafat-kritisisme.html
[5] Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta,
2012, hlm.119
[6]
http://ahsinelroland.blogspot.com/2012/05/kritisisme-immanuel-kant.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar