BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam
kaidah ushul fiqh, dinyatakan bahwa asal atau pokok dalam masalah transaksi dan
muamalah adalah sah, sehingga ada adlil yang membatalkan dan yang
mengharamkannya. Jadi, selain yang dilarang, semua kegiatan yang dilaksanakan
dalam dalam memfungsikan harta pada prinsipnya diperbolehkan, baik dalam rangka
pemenuhan kebutuhan individu maupun dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
Salah
satu dari transaksi muamalah dalam islam yaitu syirkah. Prinsip dasar yang dikembangkan
dalam syirkah adalah prinsip dasar kemitraan dan kerjasama antara pihak-pihak
yang terkait untuk meraih kemajuan bersama.
B.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian syirkah?
2. Apa dasar diperbolehkannya syirkah?
3.Apa syarat dan rukun syirkah?
4.Apa saja macam-macam syirkah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Syirkah
Syirkah
menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya percampuran. Yang dimaksud
dengan percampuran ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang
lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.[1]
Idris
Ahmad menyebutkan bahwa syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang
atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang dalam menyerahkan
modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut
besar kecilnya modal masing-masing. Menurut istilah syirkah adalah transaksi
atau akad antara dua orang atau lebih yang dua-duanya sepakat untuk melakukan
kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan.
B. Dasar Hukum Syirkah
Dalam
surat Al-Shadd ayat 24 yang berbunyi:
وَاِنَّ كَثِيْرٌ مِنَ الْخُلَطَآءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ
اِلاَّ الَّذِيْنَ امَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّلِحتِ وَقَلِيْلٌ مَّاهُمْ
Sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang
berserikat, sebagian mereka berbuat aniaya terhadap sebagian lainnya. Kecuali
mereka yang beriman dan beramal shalih, dan mereka ini amat sedikit.
Dalam
sebuah hadis qudsi diriwayatkan bahwasannya Rasulullah bersabda:
أَنَا ثَالِثُ الشَّرِكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدَهُمَا
صَاحِبَهُ فَإِذَا خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua
orang yang berserikat, sepanjang salah seorag dari keduanya tidak berkhianat
terhadap lainnya. Apabila seseorang berkhianat terhadap lainnya maka aku keluar
dari keduanya.(HR. Abu Dawud dan Al-Hakim dari Abu Hurairah)
يَدُ اللهُ عَلَى الشَّرِيْكَيْنِ مَالَمْ بِتَخَاوَنَا
Pertolongan Allah tercurah atas dua pihak
yang berserikat, sepanjang keduanya tidak saling berkhianat.
Berdasarkan
keterangan al-Qur'an dan Hadits Rasulullah di atas, pada prinsipnya seluruh
fuqoha sepakat menetapkan bahwa hukum syarikah adalah mubah. Ketika Nabi SAW
diutus, banyak orang telah mempraktikan jenis muamalah ini dan Rasulullah
mendiamkan tindakan mereka.
Kalau
diperhatikan, seluruh sistem syirkah dalam Islam didasarkan pada sistem
keadilan. Keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal adalah keuntungan
riil, bukan harga dari fasilitas modal itu sendiri, yang lazim disebut bunga.
Bahkan apabila syirkah mengalami kerugian, pihak pemodal menanggung seluruh
kerugan tersebut sebatas saham yang diinvestikannya.
C. Syarat dan Rukun Syirkah
Menurut
jumhur ulama, rukun syarikah yaitu:
1. Ijab dan qobul
2. Pihak yang berakad, baik yang membawa modal ataupun yang membawa
keahlian dan tenaga
3. Usaha.[2]
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah bahwa
rukun syarikah ada dua yaitu ijab dan qobul. Karena ijab qobul merupakan akad
yang menentukan adanya syarikah, sedangkan pihak yang berakad dan harta adalah
diluar pembahasan akad seperti dalam akad jual beli.
Adapun syarat sah dan tidaknya syirkah
tersebut amat bergantung pada sesuatu yang ditransaksikan, yait harus sesuatu
yang bisa dikelola atau sesuatu yang ditransaksikan atau transaksi ini haruslah
sesuatu yang bisa diwakilkan, sehingga sesuatu yang bisa dikelola tersebut bisa
mengikat mereka.
Sistem pembagian keuntungan syarikah harus ditetapkan
secara jelas, baik dari prosentase maupun periodenya. Apabila sistem pembagian
keuntungannya tidak dinyatakan secara jelas maka hukumnya tidak sah. Sebelum
dilakukan pembagian, seluruh keuntungan merupakan keuntungan bersama. Tidak
boleh sejumlah keuntungan tertentu yang dihasilkan salah satu pihak dipandang
sebagai keuntungannya.
D. Macam-macam Syarikah
Syarikah dapat berbentuk syarikah hak milik
(syarikatul amlak) atau syarikah transaksi (syarikatul uqud). Syarikah hak
milik adalah syarikah terhadap dzat barang, seperti syarikah terhadap barang
yang diwarisi oleh orang atau yang dbeli oleh keduanya. Adapun syarikatul uqud
yaitu mengembangkan hak milik seseorang.[3]
·
Syirkah Milk terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Syirkah milk ikhtiyar
Syirkah milk
ikhtiyar adalah kerjasama yang muncul karena adanya kontrak antara dua orang
yag bersekutu.
b. Syirkah milk al-jabr
Syirkah milk al-jabr adalah kerjasama yang ditetapkan pada dua orang
atau lebih yang didasarkan atas pembuatan keduanya.[4]
·
Syarikatul uqud terbagi menjadi 5 yaitu:
a. Syirkah al-inan
Syirkah al-inan adalah syirkah antara dua orang atau lebih yang
masing-masing mengikutkan modal ke dalam syirkah dan sekaligus menjadi
pengelolanya. Syarikah model inan ini dibangun dengan prinsip perwkilan dan
kepercayaan, masing-masing pihak yang menyetorkan modalnya kepada mitranya
sekaligus memberikan kepercayaan serta izin untuk mengelolanya.
b. Syarikatul abdan
Syarikatul abdan adalah perseroan antara dua orang atau lebih yang
mengandalkan tenaga atau keahliannya. Misalnya syarikah antara insinyur sipil
dan arsitek tanpa modal dana dalam sebuah usaha konsultan bangunan.
c. Syarikatul mudharabah
Syirkah mudharabah berarti bepergian untuk urusan dagang. Secara
muamalah berarti pemilik modal
menyerahlkan modalnya kepada pengelola untuk dikelola atau diusahakan,
sedangkan keuntungannya dibagi menurut kesepakatan.
d. Syirkah al-wujuh
Syirkah al-wujuh adalah syarikah antara dua oang dengan modal dari pihak
di luar kedua orang tersebut.
e. Syirkah mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah gabungan berbagai jenis syirkah, baik inan,
abdan, mudharabah maupun wujuh.
E. Hikmah Syirkah
Hikmah
yang diperoleh dari praktik syirkah adalah:
·
Menggalangkerjasama untuk saling
menguntungkan antara pihak-pihak yang bersyirkah.
·
Membantu meluaskan ruang rizki karena tidak
merugikan secara ekonomi.
F. Pembubaran Syarikah
Syirkah
menjadi batal karena meninggalnya salah seorang syarik atau karena salah
seorang diantara mereka gila, atau dikendalikan oleh pihak lain, Atau krena
salah seorang diantara mereka membubarkannya. Bila salah seorang syarik
meninggal dan mempunyai ahli waris yang telah dewasa, maka ahli warisnya bisa
meneruskan syirkah tersebut. Dia juga bisa diberi izin untuk ikut mengelola dan
berhak menuntut bagian keuntungan.
Jika
salah seorang syarik menuntut pembubaran, syarik yang lain harus memenuhi
tuntutan tersebut. Apabila syirkah syirkah tersebur terdiri dari beberapa
syarik, lalu salah seorang diantara mereka menuntut pembubaran, sedangkan yang
lain tetap bersedia melanjutkan syirkah itu, maka syarik yang lain statusnya
tetap sebaga syarik, dimana syirkah yang telah dijalankan sebelumnya telah rusak,
kemudiandiperbarui diantara syarik yang masih bertahan mengadakan syirkah
tersebut.[5]
BAB III
PENUTUP
Dari
uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa syirkah adalah transaksi atau akad
antara dua orang atau lebih yang dua-duanya sepakat untuk melakukan kerja yang
bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan. Dan hukum syirkah adalah
mubah. Rukun syirkah yaitu akad, pihak yang berakad dan usaha. Sedangkan
syarikah terbagi menjadi lima yaitu syarikah al-inan, syarikah al-wujuh,
syarikah abdan, syarikah mudhorobah dan syarikah mufawadhoh.
Demikian
makalah ini, kami tulis untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah fiqh muamalah.
Semoga makalah inibermanfaat untuk menambah wawasan sebagai bahan diskusi.
Mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dan kelemahan, kami sangat mengharap
kritik dan saran agar dapat menulis lebih baik lagi kedepannya. Akhir kata kami
smpaikan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Yusanto, MI&W.,MK.2002. Menggagas
Bisnis Islami, Jakarta: Salemba Empat
Drs. Ghufron A. Mas'adi, M.Ag.2002 Fiqh
Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT.Grafindo Persada
M.Rizal Qosim.2008. Pengamalan Fikih
[1] Drs. Ghufron
A. Mas'adi, M.Ag. Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta. PT.Raja Grafindo Persada.
2002 hal.793
[2] Yusanto,MI &W.,MK. Menggagas Bisnis Islami,
Jakarta: Gema Insani, 2002. Hal.126
[3] Ibid. hal 127-131
[4] M.Rizal Qosim,
Pengamalan Fikih,2008. Hal.113
[5] Yusanto,MI &W.,MK. Menggagas Bisnis Islami,
Jakarta: Gema Insani, 2002. Hal. 131-132
Tidak ada komentar:
Posting Komentar